Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (1)

Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20, Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,
Kapal Plancius dari Koninklijk Paketvaart Maatschappaij (KPM). KPM Mulai beroperasi pada 1891 sebagai Tulang Punggung Transportasi Laut Pemerintah Kolonial (Sumber: Koleksi Tropenmuseum)

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (1).


PERDAGANGAN yang semakin masif di wilayah Makassar mengantarkan bandar tersebut menjadi bandar niaga terbesar dan tersibuk di wilayah Timur Besar. Berbagai komoditas dagang hilir mudik masuk dan keluar dari Makassar. 

Salah satu komoditas yang pada perkembangannya mengantarkan Makassar menjadi bandar utama perdagangan wilayah Timur Besar adalah kopra. Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan untuk dimanfaatkan menjadi beberapa produk kebutuhan sehari-hari.

Cara pembuatan kopra biasanya dilakukan dengan bantuan sinar matahari sebagai prioritas utama. Hal itu bertujuan untuk mengurangi munculnya jamur pada daging kelapa. Dalam pengeringan daging kelapa yang diutamakan adalah lapisan bawah atau atas harus benar-benar kering. 

Daging kelapa yang dikeringkan melalui pengasapan sebaiknya tidak tersentuh api guna menghindari noda-noda hitam. Api harus selalu dijaga untuk mencegah terlalu banyak asap, apalagi sampai terbakar. Kopra harus benar-benar kering sebelum meninggalkan tempat pengeringan, sebab jika kopra masih lembab maka ia segera berjamur. Kopra harus ditimbun di tempat-tempat yang terkena cukup udara dan cahaya.

Sesungguhnya perdagangan kelapa sebagai komoditas telah lama terjadi, meskipun pemanfaatannya terbatas pada minyak goreng, bahan alat masak, dan bahkan sebagai pelengkap emas kawin. Tanaman kelapa baru mendapat perhatian serius sebagai komoditas dagang setelah minyak nabati amat dibutuhkan dalam pembuatan sabun dan mentega pada akhir abad ke-19. 

Pada tahun 1873, Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM) di Amsterdam mulai menerima kopra. Namun ketika itu pasar merespon tidak terlalu baik karena pemakaiannya yang masih terbatas sebagai minyak goreng dan minyak pelumas saja. 

Ketika pemakaian kopra semakin meningkat, koloni-koloni lain mulai tertarik dan menjajaki kemungkinan untuk mengembangkan tanaman kelapa, di antaranya adalah Inggris yang mengembangkan tanaman kelapa di Ceylon dan Semenanjung Malaya. Begitupun Spanyol yang menjadikan Filipina sebagai pusat penanaman pohon kelapa. 

Di wilayah Sulawesi Selatan, pohon kelapa tumbuh hampir di semua wilayah seperti Selayar, Sinjai, Bonthain Bulukumba, Luwu, dan Mandar. Dalam tahun 1875 jumlah tanaman di Sulawesi Selatan tercatat sebanyak 755.500 pohon. Di tahun yang sama jumlah pohon kelapa di Manado sebanyak 605.400 pohon, di Ambon sebanyak 507.349 pohon, dan Gorontalo sebanyak 261.950 pohon.

Bagi penduduk Sulawesi Selatan, kopra telah menjadi tanaman penting khususnya pada tahun 1880an ketika pedagang-pedagang Cina menjadikannya sebagai komoditas perdagangan ke Singapura. Sekitar 60% nilai ekspor Makassar berasal dari kopra. 

Dari jumlah total ekspor kopra di kawasan Timur Besar (Groote Oost, Kawasan Indonesia Timur saat ini) 80% diekspor dari Pelabuhan Makassar. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika J.C. Westermann dan W.C. Houek mengatakan bahwa pada fase kedua abad ke-20 Makassar muncul sebagai kekuatan perdagangan Asia Pasifik berkat perdagangan kopra.

Perkembangan perdagangan kopra semakin maju terutama ketika pada tahun 1906, Residen Belanda di Makassar memerintahkan agar penanaman pohon kelapa terus dikembangkan di Sulawesi Selatan. Daerah-daerah yang belum tergarap diharapkan agar ditanami tanaman kelapa. 

Pemerintah mendatangkan bibit kelapa dari Pulau Selayar atau daerah-daerah yang telah lama menanam kelapa seperti daerah Mandar, Palopo, dan wilayah-wilayah di pesisir timur Teluk Bone. 

Perluasan tanaman kelapa itu juga mendapat dukungan dari raja-raja setempat, bahkan dituangkan dalam Keputusan Residen (Gouvernements besluit) Residen Celebes dan Daerah Taklukannya tertanggal 8 Maret 1906.

Peningkatan perdagangan kopra tidak akan lepas dari kemapanan jaringan perdagangan internasional yang membuat masyarakat Eropa mampu mendapatkan kopra asal Hindia Belanda, terutama Makassar. Fernand Braudel (1966) dan K.N. Chauduri (1989) menekankan bahwa jaringan geografis sangat memengaruhi terbentuknya perdagangan. 

Perdagangan yang dimaksud dalam hal ini adalah perdagangan antar pelabuhan, pulau, dan lintas benua. Model-model perdagangan tersebut membentuk sebuah ikatan sinergis antara peningkatan ekonomi suatu tempat dengan tempat lainnya akibat dari perdagangan yang terjadi. Untuk itu, jalur-jalur perdagangan amat berpengaruh pada peningkatan ekonomi suatu wilayah.

Di Makassar, peningkatan ekonomi yang masif akibat perdagangan kopra turut membuat banyaknya perusahaan-perusahaan yang membuka jalur perdagangan dan pelayaran ke kota tersebut. Untuk mendukung perdagangan antar pulau, sejumlah pelabuhan di luar Makassar menampung komoditas ekspor yang kemudian sewaktu-waktu dikapalkan untuk diekspor melalui pelabuhan Makassar. 

Pelabuhan-pelabuhan itu merupakan pelabuhan penyangga seperti Manado, Donggala, Selayar, Ternate, Ambon, Majene, Timor, Bali, Balikpapan, Pare-pare dan Palime. Tujuannya adalah untuk menampung komoditas-komoditas hasil ekspor seperti kopra, rotan, dan kopi. 

Dalam tahun 1883 untuk pertama kalinya kopra diumumkan dalam statistik kolonial sebagai produk ekspor. Menurut laporan kolonial 1883, sejak tahun 1880 di Minahasa, Gorontalo, Pantai Barat Sulawesi, Pesisir Teluk Bone, Selayar, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, dan Maluku penduduknya telah membuat kopra untuk tujuan ekspor.

Bersambung.... Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (2) - Arung Makassar (arungsejarah.com)