Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Internasional Makassar Abad ke-19 (3)
MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Internasional Makassar Abad ke-19 (3).
DALAM panji-panji liberalisme yang berkembang di Negeri Belanda, dan sejalan dengan semangat Etis yang melanda Hindia Belanda, maka pada awal abad ke-20 pemerintah kolonial memperluas pembukaan pelabuhan bebas di berbagai wilayah lain di Hindia Belanda.
Sekitar 1910, pelabuhan yang dibuka bagi perdagangan bebas mencakup 17 pelabuhan di Jawa, 20 di Sumatera, 10 di Borneo.
Sementara di wilayah Timur Besar, selain Makassar pelabuhan bebas lain yang dibuka hingga 1906 adalah Manado, Kema, Amurang, Kwandang, Ternate, Ambon, Banda, Merauke, Dobo, dan Tual, Kupang, Ampenan serta Labuhan Haji di Lombok, Buleleng dan Benoa di Bali.
Kapal-kapal asing bisa datang ke Hindia Belanda dan membongkar serta memuat barang, namun hanya berhubungan dengan lalu lintas internasional.
Sementara yang termasuk pelabuhan “pribumi” yakni di daerah yang tidak diperintah langsung selain berbagai pelabuhan di sepanjang pantai timur Sumatera dan Borneo, termasuk Taruna dan Siau di Kepulauan Sangir, kota-kota pantai penting di Teluk Tomini (Gorontalo) dan Sulawesi Timur serta Selatan dan Kepulauan Banggai, Fakfak dan Manokwari di Papua Nugini, dan sebagian besar pelabuhan di kepulauan Sunda Kecil.
Kapal-kapal asing di sini juga menangani pelayaran pantai. Mereka bisa dengan jadwal khusus melayani pelayaran menuju Makassar, Ambon, Banda, Ternate, Manado, Kema, Riau, Sabang, Stagen, Pontianak, Sambas, Bali dan Lombok yang kebanyakan sebelumnya merupakan pelabuhan bebas.
Pelabuhan lain dan daerah pantainya termasuk sejumlah besar kota kecil tetap tertutup untuk kapal asing. Hanya kapal di bawah bendera nasional dan perahu pribumi yang bisa datang Hindia Belanda untuk mengangkut produk dan menyebarkan barang-barang impor. (Sumber: Bank Indonesia Institute, Pusat Ekonomi Maritim Makassar Dan Peranan Bank Indonesia Di Sulawesi Selatan, 2019)
Sebelumnya.... Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Internasional Makassar Abad ke-19 (2) - Arung Makassar (arungsejarah.com)
****
Akihary, H. (1996), Ir. F. J. L. Ghijsels, Architect in Indonesia 1910–1929. Utrecht: Seram Press.
Altes, W. L. Korthals (2004), Tussen cultures en kredieten: Een institutionele van de NederlandschIndiĆ« Handelsbank en Nationale Handelsbank 1863–1964. Amsterdam: NIBESVV.
Andaya, Leonard Y. (2006), Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad Ke-17 (terj.). Makassar: Ininnawa.
Anderson, J. L. (1997), “Piracy in the Eastern Seas 1870–1950,” dalam D. J. Starkey, E. S. van Eyck van Heslinga, J. A. de Moor (ed.), Pirate and Privateers: New Perspectives on the War on Trade in the Eighteenth Century. Exeter, Devon: University of Exeter Press.
Arndt, H. W. (1984), The Indonesian Economy: Collected Papers. Singapura: Stamford Press.
Asba, A. Rasyid (2007), Kopra Makassar: Perebutan Pusat dan Daerah, Kajian Sejarah Ekonomi
Politik Regional di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (2007), Katalog Sejarah Lisan Jepang di Sulawesi Selatan. Tokyo: C-DTAS.
Bank Indonesia (2005), Sejarah Bank Indonesia Periode I 1945–1959: Bank Indonesia pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Unit Khusus Museum Bank Indonesia. (2015), Lintasan Masa Numismatika Nusantara: Koleksi Museum Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Basri, Faisal dan Haris Munandar (2009), Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan terhadap Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
Boland, B. J. (1982), The Struggle of Islam in Modern Indonesia. Leiden: KITLV.
Booth, Anne (1998), The Indonesian Economy in the Nineteenth Centuries: A History of Missed Opportunities. London: Palgrave Macmillan Press.
Braudel, F. (1966), The Mediterranean and the Mediterranean Worls in the Age of Philip II, Volume 1. New York: Harper Colophon. Brown, Iem (2001), Territories of Indonesia. London: Routledge.
Broze, Frank (ed.) (1989), Brides of the Sea: Port Cities of Asia from the 16th–20th Century. Kensington: New South Wales University Press.
Chauduri, K. N. (1989), Trade and Civilization in Indian Ocean: An Economic History from the Rise of Islam to 1750. Cambridge: Cambridge University Press.
Claver, Alexander (2014), Dutch Commerce and Chinese Merchant in Java: Colonial Relationship in Trade and Finance 1800–1942. Leiden: Brill.
Cortesao, Armando (1944), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account the East from the Red Sea to Japan, Written (at Malacca) 1512 to 1515. London: Hakluyt Society.
Creutzberg, Pieter dan J. T. N. van Laanen (1987), Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Curtain, Philip D. (1988), Cross-cultural Trade in World History. Cambridge: Cambridge University Press.
Darsono, dkk. (2016), Perjuangan Mendirikan Bank Sentral Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.(2017), Berjuang dengan Uang Mempertahankan dan Memajukan Republik Indonesia: Semangat Juang Otoritas dan Masyarakat Sumatera Utara. Jakarta: Bank Indonesia.
Dick, Howard (2002), The Emergence of a National Economy: An EconomicHistory of Indonesia 1800-2000. Hawaii: University of Hawaii Press.
Djojohadikoesoemo, Margono (1962), Kenang-kenangan dari Tiga Zaman: Satu Kisah Kekeluargaan Tertulis. Jakarta: Indira.
Djojohadikusumo, Sumitro (1953), Persoalan Ekonomi. Jakarta. (1989), Kredit Rakyat di Masa Depresi (terj.). Jakarta: LP3ES.
Djumhana, Muhammad (1996), Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Feith, Herbert (2009), The Cabinet Wilopo 1952–1953: A Turning Point in Post Revolutionary Indonesia. Singapura: Equinox.
Foray, Jennifer L. (2012), Visions of Empire in the Nazi-Occupied Netherlands. Cambridge: Cambridge University Press.
Hall, Kenneth R. (1985), Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia. Honolulu: University of Hawai’i Press.
Hartono, Noek (1976), Bank Indonesia: Sejarah Lahir dan Pertumbuhannya. Jakarta: Bank Indonesia.
Heering, Christiaan G. (1995), The Green Gold of Selayar: a Socio-economic History of an Indonesian Coconut Island c. 1600-1950s: Perspectives from a Periphery. Amsterdam: Vrije Universiteit
..............