Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok: Pengertian dan Sejarah Penulisannya
MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok: Pengertian dan Sejarah Penulisannya.
Naskah Kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur paling rendah 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Naskah kuno berisi warisan budaya karya intelektual bangsa Indonesia yang sangat berharga dan hingga saat ini masih tersebar di masyarakat dan untuk melestarikannya perlu peran serta pemerintah.
Di Sulawesi Selatan, naskah kuno tersebut dikenal dengan sebutan dengan naskah lontara, lontarak, lontaraq, atau lontara'. Naskah lontara' ini berisi berbagai hal, salah satunya di kenal dengan nama Lontarak Bilang Raja Gowa-Tallok. Lontara ini berisi tentang peristiwa yang terjadi atau berkaitan Kerajaan Gowa-Tallok.
Lontarak Bilang merupakan salah satu puncak pustaka sastra dan budaya Makassar yang sering didengar oleh masyarakat. Akan tetapi yang mengetahui dan yang dapat memperoleh kesempatan membacanya hanyalah kalangan tertentu yang jumlahnya sangat sedikit. Bahkan saat ini, naskah asli tersebut sudah sangat sulit dijumpai.
Selain karena sangat langka, terbatasnya kemampuan masyarakat terutama generasi muda dalam hal pengetahuan mengenai aksara yang digunakan dalam naskah tersebut juga menjadi salah satu kendala. Padahal kemampuan pemahaman bahasa, utamanya dalam memahami kata, frase, dan ungkapan yang sudah tidak dikenal lagi saat ini menjadi hambatan terbesar dalam memahami naskah ini.
Oleh karena itu, pada tahun 1985 transliterasi dan terjemahan naskah Lontarak Bilang ini berhasil diterbitkan melalui Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo.
Penerbitan transliterasi dan terjemahan naskah Lontarak Bilang ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan/Penetapan Pemimpin Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo nomor: 05/P2K/SS/1985. tanggal 8 Juli 1985. Dengan berdasar kepada surat keputusan itu, maka tim peneliti melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan Surat Perjanjian Kerja Nomor 012/P2K/SS/1985 tanggal 21 Agustus 1985.
Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang ini juga telah dilakukan oleh William Cummings yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul The Makassar Annals. Buku ini diterbitkan KITLV Press - Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde Press (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) pada tahun 2010.
Bahkan pada tahun 1880 A. Ligtvoet menerbitkan transkripsi dan terjemahan Belanda dari manuskrip lontarak bilang Makassar yang saat ini dikatalogkan sebagai Or. 236 di KITLV. Dia membuat salinan manuskripnya pada pertengahan abad ke-19, tetapi mencatat bahwa itu bukan satu-satunya manuskrip lontaraq bilang (Ligtvoet 1880:1-2).
Pengertian Lontarak Bilang
Apakah Lontarak Bilang itu? Lontarak Bilang oleh B. F. Matthes disebut sebagai "dagregisters", "Catatan Harian" atau dapat pula disebut "daftar/catatan peristiwa harian".
Lontarak bilang Gowa Tallok adalah buku harian kerajaan Gowa Tallok. Lontarak itu ditulis oleh petugas khusus kerajaan yang disebut palontarak.
Dalam pengantar buku Transliterasi dan Terjemahan Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok (Naskah Makassar) disebutkan bahwa kata Lontarak dapat diselusuri dengan membandingkannya dengan kata lontar yang ada pada bahasa Melayu, Jawa dan Sunda.
Kata lontarak itu sendiri merupakan hasil metatesis dari rontalak <raun talak/raun/dalam bahasa Makassar artinya daun /talak/ yaitu sejenis pohon yang bahasa Latinnya ialah Barassus Flabelliformis, yang dalam bahasa Indonesia disebut lontar, yang daunnya dipakai sebagai tempat menulis sebelum ada kertas. Dari situlah, kata lontarak dapat mengacu kepada tulisan, naskah, dokumen, buku, surat (Matthes, 1859: 505).
Dari pohon lontar dapat diperoleh nira atau tuak yang dalam bahasa Makassar disebut ballok. Daun lontar yang juga dapat merupakan tempat penulisan sesuatu atau dokumen itu disebut juga lekok ballok (/lekok/=/raun/ artinya daun). Namun, kata lekok ballok sudah mempunyai makna khusus dalam pustaka Makassar yaitu tulisan tangan (Matthes, 1859: 505).
Sejarah Penulisan Lontarak Bilang
Salah satu faktor yang memfasilitasi perubahan sosial dan politik yang memicu kebangkitan dominasi Gowa adalah munculnya melek huruf (Cummings, 2002). Lontarak bilang, salah satu dari beberapa bentuk penulisan sejarah yang berkembang selama periode ini, kurang mendapat perhatian dari sejarawan dibandingkan genre patturioloang, atau kronik.
Di antara semua genre tulisan sejarah Makassar, lontarak bilang mungkin berkembang paling akhir. Sarjana Belanda AA Cense (1966:422) percaya bahwa tradisi lontarak bilang Makassar dipinjam dari Portugis, karena Makassar memperoleh nama-nama bulan dari Portugis dan para pedagang Portugis telah mengunjungi Sulawesi Selatan sejak pertengahan abad ke-16.
Meskipun demikian, menurut Cumming dalam Historical texts as social maps Lontaraq bilang in early modern Makassar, hal tersebut tidak dapat dipastikan tentang kemungkinan pengaruh atau inspirasi eksternal ini, genre tersebut setidaknya dapat diberi tanggal dengan pasti.
Bukti internal secara kuat menunjukkan bahwa orang Makassar di istana Gowa mulai menyusun lontaraq bilang pada tahun 1630-an. Ada entri yang mendahului tahun 1630-an, tetapi kemungkinan besar ini adalah peristiwa penting khusus yang ditetapkan secara retrospektif.
Entri pertama bertanggal 1545, misalnya, dan selama sisa abad ini hanya ada enam entri. Entri-entri awal juga sering diawali dengan kutaeng, yang berarti 'dikatakan' atau 'kira-kira', sementara pada tahun 1630-an entri-entri tersebut kehilangan tentatifitasnya. Apalagi tanggal-tanggal awal ini sering mengandung kesalahan.
Yang paling terkenal, tanggal masuk Islam disebutkan dalam lontarak bilang tahun 1603, padahal sebenarnya tahun 1605 (Noorduyn, 1956).
Selain itu, entri awal jumlahnya sedikit. Dekade pertama abad ketujuh belas memiliki empat entri, tahun 1610-an delapan, dan 1620-an sebelas, sedangkan tahun 1630-an memiliki tujuh puluh delapan entri.
Entri pra-1630 juga lebih terbatas dalam materi pelajaran: kedatangan Islam dan kelahiran, pernikahan, dan kematian bangsawan terkemuka dicatat, tetapi bukan bencana alam, kejadian supernatural, dan kedatangan kapal dan pengunjung yang menonjol di entri 1630-an.
Secara kolektif, hal ini menunjukkan bahwa lontaraq bilang telah memiliki signifikansi yang stabil pada tahun 1630-an, meskipun mungkin disimpan di tahun-tahun sebelumnya dengan entri sesekali.
Bersambung.... Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok: Siapa Penulisnya dan Aksara yang Digunakan
Sebelumnya.... Aksara Lontara: Aksara Tradisional di Sulawesi Selatan yang Hampir Punah
--------------------
Daftar Bacaan
Cummings, William (2002). Making blood white; Historical transformations in early modern Makassar.
Honolulu: University of Hawai’i Press.
Cummings, William (2005). Historical texts as social maps Lontaraq bilang in early modern Makassar, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 161-1 :40-62. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.
Cummings, William (2007). A Chain of Kings, The Makassarese Chronicles of Gowa and Talloq. KITLV Press.
Kamaruddin,
H.D., H.D. Mangemba, P. Parawansa, M. Mappaseleng, Djirong Basang and
Ny. Sugira Wahid 1969-86 Lontarak bilang Raja Gowa dan Tallok (Naskah
Makassar). Ujung Pandang: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Sulawesi Selatan La Galigo. Two vols.
Ligtvoet, A. (1880).
‘Transcriptie van het dagboek der vorsten van Gowa en Tello’, Bijdragen
tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 28:1-259.
Makasaarsche historiĆ«n (1855). ‘Makasaarsche historiĆ«n’, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde (TBG) 4:111-45.
Noorduyn, J. (1956). ‘De Islamisering van Makasar’, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 112:247-66.
Tol, Roger (1993). ‘A royal collection of Bugis manuscripts’, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 149:612-29.