Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (5)

Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX, Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (5).


DI LUAR Sulawesi Selatan, banyak petani kelapa tergantung pada para pedagang atau lembaga pemberi kredit untuk memperoleh uang. Biasanya uang itu diterima petani dari pedagang perantara sebelum masa panen tiba. Bunga pinjaman yang diperoleh petani dari pedagang perantara sangat tinggi, sehingga petani merasa kesulitan untuk membayarnya. 

Akibatnya ketergantungan petani semakin tinggi kepada pihak kreditur. Itulah sebabnya pihak AVB sebagai wadah perkreditan rakyat Hindia Belanda, termasuk di Makassar, mengalami kesulitan jika petani tidak memutuskan hubungannya dengan kreditur (pedagang perantara). 

Ketika perkreditan rakyat berkembang pesat di Jawa pada tahun 1930an petani-petani di Sulawesi Selatan masih kurang memiliki perhatian terhadap sistem kredit rakyat. Pada umumnya petani kelapa dihantui oleh berita-berita jeritan petani kelapa Sulawesi Utara yang terlilit oleh hutang karena kontrak kopra. 

Secara umum Bank Perkreditan Rakyat di Makassar dan Pare-Pare hanya digunakan untuk memperoleh jaminan hak pensiun, gaji, dan cicilan rumah. 

Aktivitas bank kredit yang menyandang nama “kredit rakyat” dalam arti kata untuk rakyat hanya berlaku bagi para pengusaha besar. Harapan agar kredit rakyat bisa menjadi kekuatan yang merangsang dan membangkitkan perekonomian rakyat sesuai tujuan pembentukannya hanya sebagai retorika kekuasaan.

Sejak tahun 1934 Bank Perkreditan Rakyat terus berkembang dengan pesat. Hal itu ditunjukkan oleh jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar 1.631.000 gulden pada tahun 1940 dengan jumlah modal keseluruhan mencapai sekitar 11 juta gulden.

Hingga tahun 1949 Bank Perkreditan Rakyat Makassar (AVB Makassar) telah mengeluarkan pinjaman kredit kepada petani senilai 184.000 gulden, 173.000 gulden untuk para pegawai negeri, 94.000 gulden untuk para pedagang dan 124.000 gulden dari berbagai macam industri. Pinjaman berbagai macam industri termasuk juga usaha desa bagi para petani kelapa. 

Namun di balik itu, lembaga perkreditan rakyat tidak bisa hanya mengejar keuntungan, karena lembaga itu merupakan badan sosial yang bekerja di bawah naungan pemerintah dengan memajukan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama. 

Pada prinsipnya motif keuntungan bukan jadi prioritas utama, tetapi lebih diarahkan pada pelayanan sosial yang mengutamakan petani kecil. Dilema antara mengejar keuntungan dengan pelayanan sosial memang menimbulkan pertanyaan sejak dari awal pada saat pembentukan kredit rakyat. 

Namun diharapkan dapat menarik garis perbedaan yang jelas sehingga misi kredit rakyat jelas. Mungkin jawabannya harus dilihat mengapa petani kelapa lebih senang berhubungan dengan petani perantara lewat kontrak kopra. Peraturan Kontrak Kopra tahun 1939 yang menghasilkan undang-undang yang membatasi penindasan petani kelapa tidak berdampak langsung pada petani kecuali kredit rakyat dapat tersentuh.

Asumsi penilaian Bank Perkreditan Rakyat tentang hanya mencari keuntungan dihilangkan. Bank tersebut harus lebih mengutamakan misi sosialnya dari pada kepentingan ekonominya yang hanya mencari keuntungan. 

Untuk itu dibutuhkan suatu bank kredit rakyat yang benar-benar dapat membantu petani. Mereka harus mendorong tumbuhnya ekonomi bagi rakyat kecil agar dapat menciptakan ekonomi yang kuat. Bank Perkreditan Rakyat harus berpandangan modern yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat. (Sumber: Bank Indonesia Institute, Pusat Ekonomi Maritim Makassar Dan Peranan Bank Indonesia Di Sulawesi Selatan, 2019).

Sebelumnya.... Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (4) - Arung Makassar (arungsejarah.com)

****

Akihary, H. (1996), Ir. F. J. L. Ghijsels, Architect in Indonesia 1910–1929. Utrecht: Seram Press.

Altes, W. L. Korthals (2004), Tussen cultures en kredieten: Een institutionele van de NederlandschIndiĆ« Handelsbank en Nationale Handelsbank 1863–1964. Amsterdam: NIBESVV.

Andaya, Leonard Y. (2006), Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad Ke-17 (terj.). Makassar: Ininnawa.

Anderson, J. L. (1997), “Piracy in the Eastern Seas 1870–1950,” dalam D. J. Starkey, E. S. van Eyck van Heslinga, J. A. de Moor (ed.), Pirate and Privateers: New Perspectives on the War on Trade in the Eighteenth Century. Exeter, Devon: University of Exeter Press.

Arndt, H. W. (1984), The Indonesian Economy: Collected Papers. Singapura: Stamford Press.

Asba, A. Rasyid (2007), Kopra Makassar: Perebutan Pusat dan Daerah, Kajian Sejarah Ekonomi 

Politik Regional di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (2007), Katalog Sejarah Lisan Jepang di Sulawesi Selatan. Tokyo: C-DTAS.

Bank Indonesia (2005), Sejarah Bank Indonesia Periode I 1945–1959: Bank Indonesia pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Unit Khusus Museum Bank Indonesia. (2015), Lintasan Masa Numismatika Nusantara: Koleksi Museum Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Basri, Faisal dan Haris Munandar (2009), Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan terhadap Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Boland, B. J. (1982), The Struggle of Islam in Modern Indonesia. Leiden: KITLV.

Booth, Anne (1998), The Indonesian Economy in the Nineteenth Centuries: A History of Missed Opportunities. London: Palgrave Macmillan Press.

Braudel, F. (1966), The Mediterranean and the Mediterranean Worls in the Age of Philip II, Volume 1. New York: Harper Colophon. Brown, Iem (2001), Territories of Indonesia. London: Routledge.

Broze, Frank (ed.) (1989), Brides of the Sea: Port Cities of Asia from the 16th–20th Century. Kensington: New South Wales University Press.

Chauduri, K. N. (1989), Trade and Civilization in Indian Ocean: An Economic History from the Rise of Islam to 1750. Cambridge: Cambridge University Press.

Claver, Alexander (2014), Dutch Commerce and Chinese Merchant in Java: Colonial Relationship in Trade and Finance 1800–1942. Leiden: Brill.

Cortesao, Armando (1944), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account the East from the Red Sea to Japan, Written (at Malacca) 1512 to 1515. London: Hakluyt Society.

Creutzberg, Pieter dan J. T. N. van Laanen (1987), Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Curtain, Philip D. (1988), Cross-cultural Trade in World History. Cambridge: Cambridge University Press.

Darsono, dkk. (2016), Perjuangan Mendirikan Bank Sentral Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.(2017), Berjuang dengan Uang Mempertahankan dan Memajukan Republik Indonesia: Semangat Juang Otoritas dan Masyarakat Sumatera Utara. Jakarta: Bank Indonesia.

Dick, Howard (2002), The Emergence of a National Economy: An EconomicHistory of Indonesia 1800-2000. Hawaii: University of Hawaii Press.

Djojohadikoesoemo, Margono (1962), Kenang-kenangan dari Tiga Zaman: Satu Kisah Kekeluargaan Tertulis. Jakarta: Indira.

Djojohadikusumo, Sumitro (1953), Persoalan Ekonomi. Jakarta. (1989), Kredit Rakyat di Masa Depresi (terj.). Jakarta: LP3ES.

Djumhana, Muhammad (1996), Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Feith, Herbert (2009), The Cabinet Wilopo 1952–1953: A Turning Point in Post Revolutionary Indonesia. Singapura: Equinox.

Foray, Jennifer L. (2012), Visions of Empire in the Nazi-Occupied Netherlands. Cambridge: Cambridge University Press.

Hall, Kenneth R. (1985), Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia. Honolulu: University of Hawai’i Press.

Hartono, Noek (1976), Bank Indonesia: Sejarah Lahir dan Pertumbuhannya. Jakarta: Bank Indonesia.

Heering, Christiaan G. (1995), The Green Gold of Selayar: a Socio-economic History of an Indonesian Coconut Island c. 1600-1950s: Perspectives from a Periphery. Amsterdam: Vrije Universiteit

..............