Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (4)

Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20, Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,
Kapal Plancius dari Koninklijk Paketvaart Maatschappaij (KPM). KPM Mulai beroperasi pada 1891 sebagai Tulang Punggung Transportasi Laut Pemerintah Kolonial (Sumber: Koleksi Tropenmuseum)

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (4).


Di wilayah Makassar dan sekitarnya, daerah penghasil beras di antaranya adalah Bone, Soppeng, Wajo dan Sinjai. Dari Sinjai selama ini di ekspor 24.331 pikul beras. Dari Bulu (Soppeng) pada bulan kedua di tahun 1913 diekspor sebanyak 5.747 pikul beras, yang senilai 32.631 gulden dan di tahun 1914 diekspor lagi 3.251 pikul beras. 

Daerah hasil produksi beras pada tahun 1920 adalah Pallime (Bone) yang menghasilkan beras 109.000 pikul, tahun 1921 beras berjumlah 146.631 pikul, pada tahun 1922 berjumlah 84.890 pikul beras dan selanjutnya pada tahun 1923 terdapat 64.192 pikul beras.

Beras yang dihasilkan dari berbagai wilayah tersebut kemudian diekspor untuk kebutuhan negara lain maupun domestik. Data pada tahun 1910-1913 memperlihatkan ekspor beras dari Makassar ke negaranegara lain di sekitar Hindia Belanda yakni Portugis yang berada di Pulau Timor, Australia, dan Koloni Jerman di New Guinea. 

Dari data terlihat bahwa ekspor terbesar di antara ketiga wilayah itu adalah ke wilayah Portugis-Timor yang mencapai puncaknya pada 1911 hingga hampir mencapai 500.000 kg beras. Sementara yang terendah adalah Australia yang hanya 3.000 kg beras pada 1913, dikarenakan beras bukan menjadi bahan makanan pokok bagi penduduk Australia.

Selain mengekspor ke negara lain, pengiriman atau ekspor beras juga dilakukan antar pulau di wilayah Hindia Belanda. Data berikut menunjukkan ekspor beras Sulawesi Selatan ke berbagai wilayah di Hindia Belanda pada tahun 1934-1935. 

Dari data dapat dilihat wilayah terbesar penerima beras dari Makassar adalah Kalimantan yakni sebesar 154.980 ton pada 1934. Sementara wilayah yang menerima paling sedikit adalah Maluku yang hanya menerima sekitar 10.100 ton pada 1935.

Salah satu komoditas penting lain yang diekspor dari Makassar dan sekitarnya adalah kopi. Tanaman kopi telah dikenal oleh penduduk Sulawesi Selatan sejak abad ke-17 dari pedagang Arab yang melakukan perdagangan dengan kerajaan Gowa. Dalam periode ini masyarakat Sulawesi Selatan mulai mengembangkan tanaman kopi di gunung Lompobattang dan Toraja. 

Hal ini diperkirakan diprakarsai oleh Raja Gowa dan pedagang Arab, sehingga pengembangannya di Toraja berlangsung bersamaan dengan di Gowa (Gunung Lompobattang). Namun, komersialisasi komoditas kopi baru dilakukan pada tahun 1830 seiring dengan pengembangan tanaman kopi yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Di wilayah Makassar dan sekitarnya, kopi diproduksi di berbagai daerah. Pada tahun 1861 kopi yang diproduksi di wilayah Bone sebanyak 2.000 pikul, Gowa 10.000 pikul, Sidenreng dan Sulawesi Tengah 10.000 pikul serta Mandar 500 pikul. Hampir seluruhnya produksi kopi dihasilkan dari perkebunan-perkebunan rakyat di wilayah tersebut.

Setelah diberlakukannya Undang-Undang Agraria 1870 yang memungkinkan terjadinya sewa tanah oleh investor asing dalam jangka waktu paling lama 75 tahun, banyak perkebunan kopi yang muncul di Jawa, dan tidak terkecuali di Sulawesi Selatan, misalnya perkebunan kopi yang terdapat di Bakungan. 

Perkebunan ini merupakan perkebunan yang disewa oleh orang Eropa. Perkebunan ini dibuka tahun 1878 dan mempunyai luas 457 bau. Perkebunan ini berkembang dengan baik sehingga penanaman kopi di perkebunan ini mengalami perluasan tiap tahunnya. Pada tahun 1881 penanaman kopi diperluas hingga 300 bau.

Memasuki abad ke-20, kepopuleran kopi semakin meningkat. Kopi menjadi komoditas ekspor menguntungkan untuk dijual terutama ke negara-negara di Eropa sebagai konsumen utama industri kopi dunia. 

Konsumsi kopi meningkat terutama setelah kopi sudah semakin populer dan penggunaannya meluas bukan hanya dapat dinikmati para bangsawan di Eropa namun dapat dinikmati pula oleh rakyat biasa. Hingga kemudian mendatangkan permintaan yang semakin besar terhadap komoditas tersebut. 

Bersambung.... Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (5) - Arung Makassar (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Kebangkitan Perdagangan di Makassar Hingga Awal Abad ke-20 (3) - Arung Makassar (arungsejarah.com)