Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (6)

Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI,Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,
Uang Jinggara yang beredar di Kesultanan Gowa-Tallo

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (6).


STRATEGI VOC mencetak dan mengirimkan uang dalam pecahan kecil tampaknya sebagai kebijakan penetrasi moneter untuk memperluas penggunaan koin VOC dalam kegiatan ekonomi sehari-hari, seperti berdagang di pasar, untuk menyaingi kepopuleran picis Cina.

Pengiriman pertama koin duit pada 1720 bertujuan mempermudah sistem pembayaran di wilayah kekuasaan VOC. Wilayah edar pertama koin VOC adalah Batavia pada 1724. Setelah mendapatkan respon positif dari masyarakat Batavia, VOC berupaya memperluas distribusi koinnya ke beberapa tempat lain di Jawa sejalan dengan ekspansi teritorial kompeni. 

Pada 1733, VOC memperkenalkan duit di Keresidenan Priangan. Kemudian, pada pertengahan abad ke-18, mayoritas duit serupa dikirim ke kantor VOC di Semarang yang juga bertindak sebagai pintu gerbang pengiriman ke pedalaman Jawa, seperti wilayah Kerajaan Mataram.

Tidak seluruh duit milik VOC diedarkan di Pulau Jawa, sekitar 25% dikirim ke luar Jawa. Pada 1770, misalnya, sekitar 9% koin VOC itu dikirimkan ke Makassar dari Jawa. Perbandingan sirkulasi duit VOC antara Jawa dan luar Jawa (1770–80) terlihat pada grafik 1.1.

Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI,Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,

Selain mengimpor dari Negeri Belanda, VOC pernah mencetak mata uangnya di Jawa karena pengiriman koin dari Negeri Belanda tersendat akibat perang di Eropa. Selain itu, pertimbangan VOC berdasar faktor keamanan berhubung banyak ditemukan kasus penyelundupan koin ke Jawa untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang amat merugikan VOC. 

Pada 1743, VOC memperoleh hak mencetak uang dari Susuhunan Mataram untuk selanjutnya mengedarkannya ke wilayah VOC lainnya. 

Pada praktiknya, VOC hanya dua kali mencetak koin di Jawa yakni pada 1764 dan 1783. Selebihnya, koin VOC didatangkan dari Negeri Belanda.81 Sumber lain mengatakan bahwa pada 1744 VOC telah mencetak duit di Jawa dengan berdirinya pabrik uang VOC di Batavia. 

Pembangunan pabrik uang itu diprakarsai oleh Gubernur VOC Baron van Imhoff yang mengadakan kesepakatan dengan Sunan Mataram Pakubuwana I. Akan tetapi, percetakan itu tidak dapat berjalan dengan baik sehingga ditutup.

Produksi uang dan pengiriman ke Jawa secara masif dilakukan oleh VOC dengan tujuan memopulerkan penggunaan duit di kalangan masyarakat Nusantara. Hal itu mendatangkan hasil positif bagi VOC karena secara perlahan-lahan mampu mengalahkan picis Cina pada 1763. 

Sementara itu, keberadaan mata uang lokal juga semakin terpinggirkan karena kepopuleran duit VOC. Perlahan-lahan mata uang lokal di berbagai wilayah di Nusantara digantikan oleh duit yang diproduksi oleh VOC. 

Tidak diketahui apakah kepopuleran duit VOC dan meredupnya picis Cina serta mata uang lokal akibat pemaksaan ataukah terjadi secara alamiah sehingga masyarakat meninggalkan mata uang lainnya.  (Sumber: Bank Indonesia Institute, Pusat Ekonomi Maritim Makassar Dan Peranan Bank Indonesia Di Sulawesi Selatan, 2019)

Sebelumnya.... Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (5) - Arung Makassar (arungsejarah.com)

****

Akihary, H. (1996), Ir. F. J. L. Ghijsels, Architect in Indonesia 1910–1929. Utrecht: Seram Press.

Altes, W. L. Korthals (2004), Tussen cultures en kredieten: Een institutionele van de NederlandschIndiĆ« Handelsbank en Nationale Handelsbank 1863–1964. Amsterdam: NIBESVV.

Andaya, Leonard Y. (2006), Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad Ke-17 (terj.). Makassar: Ininnawa.

Anderson, J. L. (1997), “Piracy in the Eastern Seas 1870–1950,” dalam D. J. Starkey, E. S. van Eyck van Heslinga, J. A. de Moor (ed.), Pirate and Privateers: New Perspectives on the War on Trade in the Eighteenth Century. Exeter, Devon: University of Exeter Press.

Arndt, H. W. (1984), The Indonesian Economy: Collected Papers. Singapura: Stamford Press.

Asba, A. Rasyid (2007), Kopra Makassar: Perebutan Pusat dan Daerah, Kajian Sejarah Ekonomi 

Politik Regional di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (2007), Katalog Sejarah Lisan Jepang di Sulawesi Selatan. Tokyo: C-DTAS.

Bank Indonesia (2005), Sejarah Bank Indonesia Periode I 1945–1959: Bank Indonesia pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Unit Khusus Museum Bank Indonesia. (2015), Lintasan Masa Numismatika Nusantara: Koleksi Museum Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Basri, Faisal dan Haris Munandar (2009), Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan terhadap Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Boland, B. J. (1982), The Struggle of Islam in Modern Indonesia. Leiden: KITLV.

Booth, Anne (1998), The Indonesian Economy in the Nineteenth Centuries: A History of Missed Opportunities. London: Palgrave Macmillan Press.

Braudel, F. (1966), The Mediterranean and the Mediterranean Worls in the Age of Philip II, Volume 1. New York: Harper Colophon. Brown, Iem (2001), Territories of Indonesia. London: Routledge.

Broze, Frank (ed.) (1989), Brides of the Sea: Port Cities of Asia from the 16th–20th Century. Kensington: New South Wales University Press.

Chauduri, K. N. (1989), Trade and Civilization in Indian Ocean: An Economic History from the Rise of Islam to 1750. Cambridge: Cambridge University Press.

Claver, Alexander (2014), Dutch Commerce and Chinese Merchant in Java: Colonial Relationship in Trade and Finance 1800–1942. Leiden: Brill.

Cortesao, Armando (1944), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account the East from the Red Sea to Japan, Written (at Malacca) 1512 to 1515. London: Hakluyt Society.

Creutzberg, Pieter dan J. T. N. van Laanen (1987), Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Curtain, Philip D. (1988), Cross-cultural Trade in World History. Cambridge: Cambridge University Press.

Darsono, dkk. (2016), Perjuangan Mendirikan Bank Sentral Republik Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.(2017), Berjuang dengan Uang Mempertahankan dan Memajukan Republik Indonesia: Semangat Juang Otoritas dan Masyarakat Sumatera Utara. Jakarta: Bank Indonesia.

Dick, Howard (2002), The Emergence of a National Economy: An EconomicHistory of Indonesia 1800-2000. Hawaii: University of Hawaii Press.

Djojohadikoesoemo, Margono (1962), Kenang-kenangan dari Tiga Zaman: Satu Kisah Kekeluargaan Tertulis. Jakarta: Indira.

Djojohadikusumo, Sumitro (1953), Persoalan Ekonomi. Jakarta. (1989), Kredit Rakyat di Masa Depresi (terj.). Jakarta: LP3ES.

Djumhana, Muhammad (1996), Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Feith, Herbert (2009), The Cabinet Wilopo 1952–1953: A Turning Point in Post Revolutionary Indonesia. Singapura: Equinox.

Foray, Jennifer L. (2012), Visions of Empire in the Nazi-Occupied Netherlands. Cambridge: Cambridge University Press.

Hall, Kenneth R. (1985), Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia. Honolulu: University of Hawai’i Press.

Hartono, Noek (1976), Bank Indonesia: Sejarah Lahir dan Pertumbuhannya. Jakarta: Bank Indonesia.

Heering, Christiaan G. (1995), The Green Gold of Selayar: a Socio-economic History of an Indonesian Coconut Island c. 1600-1950s: Perspectives from a Periphery. Amsterdam: Vrije Universiteit

..............