Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (3)

Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI,Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,
Uang Jinggara yang beredar di Kesultanan Gowa-Tallo

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (3).


BERKEMBANGNYA pengiriman teh antara Inggris dan Cina menyebabkan permintaan produk laut meningkat—sebagai barter dengan teh. 

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh kelompok tertentu di kawasan Laut Sulu dan sekitarnya untuk melakukan perburuan terhadap kelompok sosial lain guna dijual sebagai budak, Mereka dijadikan budak untuk menangkap hewan-hewan laut untuk diekspor ke Cina. 

Tidak diragukan lagi orang-orang Bugis-Makassar ikut ambil bagian dalam dinamika itu. Situasi tersebut memunculkan dua pusat niaga di kawasan bagian timur yaitu Ambon dan Banda untuk perniagaan rempahrempah dan perniagaan produksi laut keramik Cina yang dipusatkan di Makassar.

Perkembangan aktivitas ekonomi Makassar mulai berubah ketika VOC mulai membuka hubungan niaga dengan Cina. Pada 1731, VOC mengizinkan jung (kapal) Cina berniaga ke Makassar untuk bisnis produksi laut dengan batasan hanya dua jung setiap tahun. Izin itu berakibat Makassar mulai dikunjungi jung Cina pada 1736. 

Setelah terbuka bagi jung Cina, Makassar menjadi salah satu pusat perdagangan produk Cina dan produk laut. Produk laut berupa teripang, sisik penyu, agar-agar, dan kerang. Selain itu diperdagangkan komoditas lain yang dibawa oleh pelaut dan pedagang bumiputra seperti kayu cendana, lilin, dan sarang burung. 

Bagaimana suasana kegiatan jual-beli antara pedagang Cina dan bumiputra di Kota Makassar masa lalu tergambar sebagai berikut. 

"Kota Makassar menjadi hidup ketika jung-jung berlabuh, dan kembali sunyi ketika orang Cina bertolak ke pelabuhan-pelabuhan lain, sehingga para pedagang melakukan pelayaran untuk menukarkan teripang dan sisik penyu dengan produk Cina di beberapa pelabuhan yang lebih menguntungkan." 

Bergairahnya perdagangan antara Makassar dan Cina memunculkan istilah “pasar utama” atau mata pasarra. Kehadiran pedagang Cina berhasil mengubah suasana perdagangan karena Negory Vlaardingen telah menjadi daerah permukiman pedagang Cina, dan menggeser kedudukan para pedagang Belanda dan Indo. Hal itu berdampak pula bagi hubungan dagang. 

Para pedagang Cina berhasil menjalin hubungan dagang yang baik dengan pelaut dan pedagang Sulawesi Selatan di Makassar. Kelompok pedagang yang disebutkan terakhir itu dinyatakan selalu menepati janji dan cekatan dalam kegiatan perdagangan. Kedudukan VOC dalam monopoli rempah-rempah dan teh mulai mengalami ancaman ketika pedagang Inggris menaruh perhatian dalam perdagangan teh pada akhir abad ke-18. 

Perniagaan teh menuntut usaha memenuhi permintaan pedagang Cina.67 Selain itu, akibat pembatasan jumlah jung, sehingga aktivitas pedagang dari daerah ini berpindah ke pusat perdagangan asing lainnya, terutama Singapura, setelah dibangun oleh Raffles pada 1819. 

Selain komoditas perdagangan, dinamika ekonomi di Makassar juga diwarnai oleh peredaran berbagai mata uang sebagai alat tukar perdagangan pada masa itu. Kemunculan uang menggantikan sistem barter juga dapat dilihat sebagai suatu upaya penegakan kekuasaan melalui simbol hegemoni penggunaan mata uang secara luas di suatu wilayah. 

Di Makassar dapat dipastikan beredar berbagai macam mata uang yang digunakan oleh para pedagang, mulai dari uang koin kerajaan, uang Cina, hingga uang yang berasal dari orang Barat—real Spanyol, duit VOC, dolar Meksiko, dan sebagainya. 

Asal-usul uang di Nusantara bermula dari perkembangan masif perdagangan di berbagai wilayah di Nusantara, khususnya Sulawesi, yang mengakibatkan permintaan akan sebuah medium tukar menukar secara berkelanjutan. 

Sebelum mengenal uang, perdagangan dilakukan dengan sistem barter atau tukar-menukar barang yang nilainya telah disepakati bersama antara penjual dan pembeli. Akan tetapi sistem tersebut memunculkan beberapa kendala seperti ketidakpraktisan, terbatasnya barang yang dapat dibarter, dan membutuhkan ruang pengangkutan yang lebih besar. 

Untuk itu, ketika muncul sistem uang, dengan cepat uang menggantikan sistem barter yang dirasa tidak praktis. 

Pada perkembangan selanjutnya muncul berbagai mata uang dalam bentuk perak, tembaga dan timah yang merupakan barang dagangan paling penting yang mengalir ke wilayah Asia, termasuk Nusantara. 

Jika ditilik ke periode kerajaan, pada rentang abad ke-9 hingga abad ke-13, setiap kerajaan tradisional telah melakukan transaksi dagang dengan menggunakan uang. Setiap wilayah kerajaan tradisional memiliki mata uang sendiri.

Bersambung.... Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (4) - Arung Makassar (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Uang, Komoditas, dan Jaringan Perdagangan Maritim Makassar Abad XVI (2) - Arung Makassar (arungsejarah.com)