Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jejak Perluasan Pelabuhan dan Penghancuran Gedung De Javasche Bank Makassar (1)

Gedung De Javasche Bank Makassar (Sumber: www.norbruis.eu)

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Perluasan Pelabuhan dan Penghancuran Gedung De Javasche Bank Makassar (1).


GEDUNG DJB Makassar terletak di kawasan pusat perekonomian pada zaman kolonial, yakni di Passerstrat yang kemudian menjadi Jalan Nusantara setelah masa kemerdekaan. Selain gedung DJB, pada kawasan itu juga terdapat gedung perkantoran dan pusat komersial lain seperti Gedung NHM, Gedung KPM, dan pertokoan baik milik pengusaha Cina maupun Eropa. Gedung-gedung tersebut tetap berdiri sampai hingga 1990-an ketika pemerintah pusat memutuskan untuk melakukan perluasan Pelabuhan Soekarno-Hatta.

Perluasan pelabuhan tersebut sesuai dengan agenda pemerintah yang menjadikan Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar sebagai pusat pengiriman barang menuju Kawasan Timur Indonesia. Makassar juga dicanangkan sebagai pusat ekonomi untuk wilayah tersebut. 

Perluasan pelabuhan dilakukan untuk menambah jumlah kapasitas bongkar muat serta kapasitas penyimpanan peti kemas yang digunakan untuk mengirimkan barang ke wilayah lain. Pelabuhan Makassar dikembangkan bukan hanya karena perannya yang penting dalam pembangunan KTI, tetapi juga globalisasi perdagangan dunia internasional di kawasan Pasifik. 

Pengembangan Pelabuhan Makassar mendapat pinjaman lunak dari Jepang sebesar 6.658 miliar yen atau setara dengan 146 miliar rupiah. Pinjaman itu digunakan untuk perluasan Dermaga Hatta dan keperluan kontainerisasi serta pembuatan dermaga khusus penumpang sepanjang 670 meter. Pembangunan perluasan fasilitas Pelabuhan Makassar, khususnya Dermaga Hatta, menurut Pimpinan Proyek, Wasis Subyanto, merupakan antisipasi kebutuhan sarana pelabuhan yang bisa melayani kegiatan ekspor Sulawesi Selatan kurun 2000-an dan daerah-daerah di KTI lainnya.

Pengembangan pelabuhan tersebut juga dibutuhkan berkaitan dengan pengalihan jalur pelayaran perdagangan internasional lewat jalur konvensional Selat Malaka. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut Soentoro, Selat Malaka yang saat ini teramai kedua setelah Selat Dover di Inggris suatu saat akan jenuh dilihat dari segi keselamatan pelayaran. 

Penggusuran akibat perluasan pelabuhan tersebut terjadi pada 1994. Sementara upaya perluasan telah dilakukan sejak 1992. Konsekuensi dari pembangunan tersebut adalah penggusuran beberapa kawasan yang langsung berdempetan dengan pelabuhan. Akibat penggusuran tersebut, tiga kantor penting zaman Belanda yaitu bekas Gedung KPM (yang kemudian menjadi Gedung Pelni), NHM, dan De Javasche Bank, di dekat Wilhelminakade di Jalan Nusantara harus diratakan dengan tanah.

Sebelum diratakan dengan tanah, bekas Gedung DJB Makassar, atau Ujung Pandang pada saat itu, merupakan kantor Bank Indonesia yang digunakan sejak 1953 hingga 1978. Kemudian, sejak 1978 BI Ujung Pandang menempati gedung baru yang lebih besar di Jalan Sudirman. 

Keputusan membangun gedung BI Ujung Pandang yang baru itu dilakukan untuk memfasilitasi jumlah pegawai yang makin besar dan juga tugas yang makin banyak. Pada 4 Maret 1978, dilakukan peresmian gedung baru Bank Indonesia Ujung Pandang oleh Gubernur Bank Indonesia Rahmat Saleh.

Sementara itu, gedung eks-DJB Ujung Pandang atau kantor BI lama di Jalan Sudirman setelah pembangunan gedung BI baru masih tetap digunakan untuk kegiatan perkantoran.530 Secara berangsur-angsur segala kegiatan BI Ujung Pandang dialihkan ke gedung baru. 

Setelah semua kegiatan dipindahkan ke gedung baru, BI Ujung Pandang mengambil keputusan untuk meminjamkan gedung tersebut kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Selatan. Namun sangat disayangkan tidak ditemukan arsip atau dokumen yang menyatakan sejak kapan peminjaman tersebut dilakukan. Hal yang dapat dipastikan adalah BPD Sulawesi Selatan (saat ini bernama Bank Sulselbar) menempati gedung tersebut hingga terjadi penggusuran perluasan pelabuhan pada 1994.531 

Menurut beberapa pegawai BPD Sulawesi Selatan, saat itu gedung eks-DJB Makassar dikenal dengan sebutan “Gedung Putih” karena keindahan gedung tersebut yang seluruhnya dicat putih bersih. Menurut mereka, gedung tersebut dikenal sebagai gedung yang sangat megah dan cantik dibandingkan dengan gedung-gedung lain di sepanjang Jalan Nusantara. Mereka juga sangat menyayangkan bahwa Gedung Putih itu harus digusur rata dengan tanah.

Diperoleh informasi bahwa kebijakan perluasan Pelabuhan Makassar dilakukan oleh sebuah tim pelaksana dari Pelindo. Pimpinan Proyek diketuai oleh Ir. Wasis Subianto; Ir. Kusuma Hadi sebagai pelaksana proyek, Riman S. Duyo sebagai pengacara Pelindo, dan Hasan Dobdang sebagai pelaksana teknis. Pimpinan Proyek telah dibentuk sejak 1991 dan memiliki tugas utama melakukan pembebasan lahan terutama mengenai lahan-lahan yang masih sengketa akibat sang pemilik enggan menjual lahannya kepada Pelindo. 

Bersambung.... Jejak Perluasan Pelabuhan dan Penghancuran Gedung De Javasche Bank Makassar (2) - Arung Makassar (arungsejarah.com)