Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Internasional Makassar Abad ke-19 (1)
MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Terbentuknya Kota Makassar (4).
Setelah kekuasaan VOC runtuh pada 1799, wilayah Hindia Belanda diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk meningkatkan perekonomian demi mendapatkan keuntungan yang besar atas tanah jajahan.
Kebijakan yang paling masif dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda adalah Kebijakan Tanam Paksa di Jawa pada 1830 hingga 1870. Dari kebijakan tersebut, pemerintah kolonial memperoleh keuntungan luar biasa dari Tanah Jawa.
Ketika di Jawa pemerintah memberlakukan kebijakan yang mengikat dan mengekang melalui Tanam Paksa, cara yang ditempuh pemerintah Hindia Belanda untuk wilayah Makassar justru sebaliknya.
Pemerintah memberlakukan kebijakan yang membuka kesempatan dan peluang sebesar-besarnya bagi dinamika perdagangan maritim di wilayah ini. Pemerintah menerapkan kebijakan “pelabuhan bebas” pada 1847.84 Sejak itu, politik ekonomi yang monopolistik dihentikan dan diganti dengan kebijakan ekonomi liberal.
Status “bebas” pada pelabuhan Makassar dimaksudkan untuk menghidupkan kembali perdagangan Kota Makassar sehingga menjadi rangsangan penting bagi perdagangan Sulawesi Selatan. Tujuan utama kebijakan itu untuk menyaingi kemajuan Pelabuhan Singapura milik Inggris yang lebih banyak didatangi dan disenangi pedagang asing daripada pelabuhan milik Belanda.
Dalam kebijakan pelabuhan bebas tersebut sistem cukai impor dan ekspor termasuk cukai lain dihapuskan. Kapal jung Cina dan berbagai kapal asing lainnya secara bebas diterima di Pelabuhan Makassar.
Lalu lintas Makassar dengan daerah pinggirannya dibebaskan dari pajak atas komoditas, meskipun kapal-kapal asing hanya diizinkan membeli produk pedalaman di ibu kota wilayah, seperti Manado, Kema, Kaili, Ternate, Ambon dan Banda.
Setahun sebelum pelaksanaan perdagangan bebas para pegawai pelabuhan dan pedagang tampak ceria memandang ke Selat Makassar melihat kapal-kapal Inggris dan perahu bumiputra berbendera Belanda yang sedang berlabuh. Kapal-kapal itu besar kemungkinan berasal dari Jawa dan Singapura.
Dampak positif dari kedudukan Makassar sebagai pelabuhan bebas segera terasa. Setelah 1847, bermunculan beberapa perusahaan dagang Eropa yang membuka usahanya di Kota Makassar. Perusahaan-perusahan itu mulai membeli produk seperti kopi, teripang, dan komoditas lainnya untuk diekspor ke Eropa. Dalam kurun 1847-1873 volume perdagangan Makassar naik lebih cepat daripada Singapura.
Dominasi Singapura dalam perdagangan di Timur Besar (Groote Oost) boleh dikatakan telah dipatahkan ketika pusat perdagangan mulai bergeser ke Makassar. Dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor penting mengapa ekonomi Makassar kembali mampu menyaingi Singapura.
Pertama, faktor politik berupa keberhasilan ekspansi kekuasaan Belanda ke berbagai wilayah di Indonesia Timur yang ditandai dengan penaklukan semua pulau—termasuk Papua Nugini—dan seluruh Sulawesi, dan kepulauan Sunda Kecil pada dekade pertama abad ke-20. Untuk jangka pendek jumlah perahu yang singgah di Pelabuhan Makassar juga bertambah.
Walaupun pada kenyataannya hal tersebut tidak berlangsung lama akibat kemajuan Singapura yang semakin masif. Hal itu menyebabkan Makassar tidak mampu lolos dari hegemoni perdagangan Singapura dan tidak pernah mencapai kedudukan yang lebih penting sebagai pelabuhan transito.
Faktor kedua, keberhasilan Pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan pelayaran (barang dan orang) ke berbagai wilayah di Hindia Belanda. Munculnya teknologi uap yang mengubah wajah perdagangan maritim dengan kapal-kapal uap menunjukkan dimensi baru bagi perdagangan Hindia Belanda yang memungkinkan pengangkutan terjadwal tanpa hambatan menurut irama musim.
Pada 1842, Nederlandsch-Indische Stoomboot Maatschappij (NISM) memulai kerjanya dengan dua kapal baru. Pada mulanya hanya melayari dua jalur utama yaitu Batavia–Padang dan Batavia, Surabaya–Makassar. Kemudian pada 1852 ditambah satu jalur, yaitu jalur Makassar, Ambon, Ternate, Manado. Jalur-jalur tersebut dilayari satu hingga dua kali sebulan.
Pada 1869, perdagangan semakin meningkat dampak pembukaan Terusan Suez. Itulah sebabnya pada 1875 jalur NISM diperluas di sepanjang pantai Kalimantan Timur, Sulawesi bagian barat, Maluku, Nusa Tenggara.
Perluasan jalur pada 1880 menambahkan jumlah pelabuhan yang dikunjungi yaitu jalur yang menghubungkan Surabaya dan Makassar, pantai utara dan barat Sulawesi. Selain itu terdapat jalur yang menghubungkan Makassar dan Kepulauaan Sunda kecil dan berbagai jalur kecil di Sulawesi Selatan serta terdapat jalur yang menyinggahi Sinjai, Palopo, Kendari, Selayar dan Makassar.
Bersambung.... Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Internasional Makassar Abad ke-19 (2) - Arung Makassar (arungsejarah.com)