Sejarah Terbentuknya Kota Makassar (2)
Dr. Edward L. Poelinggomang dan Les Isles Philippines Molucques et de La Sonde (1710) karya Nicolas de Fer |
MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Terbentuknya Kota Makassar (2).
Kesepakatan itu berpengaruh bagi rakyatnya dan semua yang
mengenal dua kerajaan kembar itu sehingga muncul ungkapan “satu rakyat, dua
raja” (sereji ata narua karaeng).
Persekutuan yang dibangun itu bersifat menyatukan dua kerajaan yang dalam
kehidupan kenegaraan tetap mengakui kedudukan kekuasaan masing-masing sebagai
raja kerajaan, di samping membentuk satu kesatuan dengan menempatkan raja Gowa
sebagai pemegang kendali kekuasaan kerajaan kembar itu dan raja Tallo sebagai
pejabat Tumabicara Buta (Mangkubumi).
Perang yang berakhir dengan pembentukan persekutuan dua kerajaan itu berbasis pada keinginan Kerajaan Gowa untuk merubah orientasi kehidupan kerajaannya dari agraria ke dunia maritim. Kebijakan itu dilaksanakan mengingat semakin banyak arus migran pedagang Melayu ke kawasan ini setelah Malaka diduduki oleh Portugis pada 1511, sehingga kemajuan perdagangan maritim di daerah ini semakin marak.
Jika sebelumnya daerah ini lebih umum didatangi pedagang dari Jawa dan arus pelayaran perdagangan maritim penduduk di kerajaan pesisir, maka kini pedagang-pedagang Melayu (Pahang, Patani, Campa, Johor, dan Minangkabau) dan juga pedagang Portugis mulai memasuki dunia maritim di Sulawesi.
Sehubungan dengan itu, setelah melakukan persekutuan dua kerajaan itu, yang secara kesejarahan diperintah oleh raja dari keturunan yang sama,[1] melaksanakan perluasan kekuasaan dengan menaklukan kerajaan-kerajaan pesisir dan memaksa mereka untuk melakukan perdagangan dengan bandar niaga Tallo dan Sombaopu.
Kerajaan-kerajaan yang ditaklukan itu antara lain: Garassi,
Katingang, Parigi, Siang, Suppa, Sidenreng, Lembangang, Bulukumba, dan Selayar.
Sementara dengan kerajaan-kerajaan yang besar dan kuat dijalin hubungan
persahabatan, seperti dengan kerajaan: Bone, Luwu, dan Salumeko.
Usaha perluasan kekuasaan itu diharapkan dapat memaksa para pelaut dan pedagang dari kerajaan-kerajaan taklukan itu untuk ikut meramaikan kegiatan perdagangan di Sombaopu dan Tallo, namun kenyataannya kurang memuaskan.
Dari catatan yang ada hanya memberikan informasi tentang kehadiran pedagang Portugis ke Sombaopu dan mendapat izin raja untuk menetap pada tahun 1532 (Erkelens, 1897: 82). Penerimaan terhadap pedagang Portugis itu tentu berkaitan dengan bantuan yang pernah diberikan oleh Jorge de Castro dalam proses penyelesaian konflik (perang) antara Kerajaan Gowa dengan Kerajaan Tallo.
Pada sisi lain informasi yang diperoleh menunjukan kemajuan dari bandar niaga Siang. Antonio de Paiva yang mengunjungi Siang pada 1542 mengungkapkan bahwa banyak pedagang Melayu menetap di Siang. Menurut perkiraannya mereka telah mengunjungi dan menetap di bandar itu sejak 1490, dan semakin banyak yang datang setelah Malaka direbut Portugis.
Tiga tahun kemudian datang lagi seorang pedagang Portugis ke Siang, Manoel Pinto (1545) menyatakan bahwa penduduk Siang berjumlah sekitar 40.000 orang, suatu jumlah yang sangat banyak pada suatu bandar untuk ukuran ketika itu.
Terbentuknya Bandar Makassar
Perkembangan dan kemajuan bandar niaga lain (seperti Siang) di pesisir barat Sulawesi itu mendorong Raja Gowa X, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, Tunipalangga Ulaweng (1546-1565) berkeinginan mengubah kebijakan politik pendahulunya. Ia beranggapan bahwa perluasan pengaruh kekuasaan saja kurang memberikan peluang bagi kemajuan bandar niaga kerajaan kembar itu.
Oleh karena itu dicanangkan kembali tindakan penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan pesisir dan kerajaan-kerajaan yang memiliki potensi ekonomi, dengan kebijakan baru yaitu memaksa kerajaan-kerajaan taklukan untuk tunduk dan patuh kepadanya dan mengangkut orang dan barang dari negeri taklukan, khususnya yang bergiat dalam dunia perdagangan maritim ke bandar negerinya.
Kebijakan itu saya sebut sebagai kebijakan makkanama nu mammio (aku bertitah dan kamu menaatinya), karena konsep itu yang digunakan untuk menmgangkut orang dan barang dari penduduk kerajaan taklukan.
Bersambung... Sejarah Terbentuknya Kota Makassar (3) - Arung Makassar (arungsejarah.com)
[1] Menurut catatan sejarah raja Kerajaan Tallo yang pertama, Kareng Lowe ri Sero adalah saudara kandung dari raja Gowa VII, Batara Gowa., putera dari raja Gowa VI, Tunatangkalopi (1445-1460). Kisah tentang dua kerajaan tetangga ini terdapat dua versi. Versi pertama mengkisahkan bahwa kedua putera raja ini selalu berselisi. Karena itu sebelum meninggal ia membagi wilayah kerajaannya kepada dua puteranya. Batara Gowa menjadi raja darui wilayah yang dikenal dengan Kerajaan Gowa, sementara adiknya menjadi raja atas wilayah yang kemudian disebut Kerajaan Tallo. Versi lain mengkisahkan bahwa sebelum raja mangkat ia telah berpesan agar Karaeng lowe ri Sero yang kelak menggantikannya. Ketika raja meninggal putera tertuanya, Batara Gowa bertindak merebut ornamen kerajaan (Sudanga) sehingga dewan kerajaan mengakauinya sebagai raja. Akibatnya adiknya meninggalkan kerajaan itu dan pergi menetap di Pacinnang. Katika kehadirannya itu dikethui oleh para gelang di wilayah Bira, empat galarang bersepakat untuk menobatkannya menjadi raja. Tawaran itu diterima, sehingga mereka bergiat membangun istana kerajaan di wilayah pesisir pada muara Sungai Bira yang dikenal dengan nama hutan Tolloang. Dari nama hutan itulah kemudian kerjaan yang didirikan itu dunamakan Kerajaan Tallo,