Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (4)

Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX, Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (4).


DI TERNATE pada tahun 1920an Nederlandsch Indische Handelsbank dan Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij hampir semua menguasai pemberian kredit untuk pembelian kopra. Begitu pula di Ambon, Nederlandsch Indische Handelsbank (NIHB) memberikan kredit pada berbagai perusahaan dagang yang membeli kopra. Lain halnya Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij lebih banyak memberikan kredit kepada Perusahaan Dagang Maluku. 

Munculnya persaingan di antara berbagai lembaga perbankan di Makassar membuat para eksportir kopra dapat bebas memilih bank yang lebih menguntungkan. Sebagian besar eksportir dagang Eropa melakukan transaksi lewat bank yang telah mereka tunjuk. 

Namun dalam skala perdagangan antar pulau di wilayah Timur Besar, para eksportir hampir semuanya memakai sistem pengiriman uang melalui wesel.133 Hal itu disebabkan fasilitas perbankan di Makassar lebih memungkinkan dari pada daerah-daerah lainnya di wilayah Timur Besar. 

Tentang Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij pada tahun 1918 juga mengalami persaingan dalam penukaran wesel gulden Belanda dan dalam bentuk dollar Amerika Serikat. Untuk memperluas jaringannya, perusahaan ini berusaha memperluas hubungannya dengan kalangan perusahaan dagang Eropa. Namun hal tersebut kurang berhasil karena Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij disibukkan dengan urusan wesel sebagai salah satu produk unggulan mereka. 

Majunya perdagangan di Makassar berindikasi pada kemunculan berbagai lembaga pemberi bantuan kredit seperti misalnya pada tahun 1930an di Sulawesi Selatan telah muncul lembaga perbankan seperti Bank Rakyat Makassar, Bank Rakyat Bonthain, Bank Rakyat Pare-pare, dan Bank Wadjo. 

Bank ini memberikan kredit kepada pedagang-pedagang pribumi yang mampu dan para pedagang Cina untuk membeli kopra. Sementara untuk pemasukannya, sejumlah besar pemasukan bank-bank di Makassar berasal dari simpanan masyarakat baik dari rakyat, pedagang Cina, maupun pegawai pemerintah.

Sementara itu, Bank Perkreditan Rakyat (Algemeene Volkscredit Bank, AVB) Hindia Belanda yang dibentuk pada tahun 1904 tampaknya lebih banyak berpengaruh di Jawa bila dibandingkan dengan luar Jawa. Perkreditan rakyat di luar Jawa baru mulai ramai dibicarakan ketika Bank Tonsea muncul pada tahun 1914. 

Di Makassar, perkreditan rakyat baru berkembang pesat pada tahun 1924, yaitu ketika pendirian bank perkreditan rakyat diprioritaskan sebagai lembaga pemberi kredit. Untuk lebih mendekatkan kepada rakyat kecil maka pada tahun 1934 lembaga itu berubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat Umum Makassar (Algemeene Volkscredit Bank Makassar). 

Bank tersebut merupakan lembaga baru yang resmi dan bebas dari campur tangan pemerintah. Salah satu misi utamanya adalah mengawasi dan memberi kredit bagi bank-bank desa.

Selain bank perkreditan swasta besar, juga hadir lembaga perkreditan yang muncul pada tingkat akar rumput. Lembaga tersebut di antaranya adalah bank desa dan bank distrik. Mengenai bank desa, bank ini biasanya dikelola di bawah pengawasan para pejabat sipil. Model bank tersebut jarang ditemukan di luar Jawa, karena lebih dari 90% bank desa berada di Jawa. 

Dalam tahun 1930 sekitar 6.000 bank desa berada di Jawa, hanya 624 bank desa berada di luar Jawa. Secara keseluruhan jumlah modal bank desa pada tahun 1929 sekitar 90 juta gulden, 19 juta gulden di antaranya beredar di Luar Jawa. 

Secara total permodalan tersebut bila dilihat secara rinci maka terdapat 14 juta gulden berada pada petani, 76 juta gulden berada dalam bentuk simpanan penduduk pribumi. Selain bank desa juga terdapat bank distrik. 

Jumlah bank distrik di seluruh Hindia Belanda pada tahun 1930 terdapat 59 bank di antaranya 35 buah terdapat di Jawa dan sisanya 24 bank berada di luar Jawa, rinciannya adalah 18 berada di Sumatera, 2 di Kalimantan dan 4 di Sulawesi. Bagi para petani, bank desa lebih digemari karena lebih mudah dijangkau apabila dibandingkan dengan bank distrik. 

Bank desa memberikan pinjaman kecil dengan suku bunga lebih rendah dari pada bank distrik. Selain itu, proses untuk memperoleh kredit tidak terlalu berbelit-belit bahkan kredit dapat diberikan tanpa ada jaminan.

Bersambung.... Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (5) - Arung Makassar (arungsejarah.com)

Bersambung.... Sejarah Perbankan di Makassar Awal Abad XX (3) - Arung Makassar (arungsejarah.com)