Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

De Javasche Bank Agentschap Makassar 1864 (2)

De Javasche Bank Agentschap Makassar 1864, Makassar, macassar, makasser, somba opu, tallo, Gowa-Tallo, benteng rotterdam, fort rotterdam, pelabuhan makassar, bank makassar, Peta Kerajaan Makassar pada Abad ke-17 Nationaal Archief (www.gahetna.nl), kerajaan gowa tallo, karaeng bainea, karaeng baineya, karaeng bayo, Karebosi Dalam Peta Kota Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Tallo dan Sombaopu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gowa, Sejarah Makassar, Sejarah Kota Makassar, Jejak Makassar dalam Catatan Portugis, Sejarah kerajaan Makassar, sejarah kerajaan Tallo, asal mula kerajaan tallo, perang makassar, idwar anwar,  arung makassar, karaeng makassar, karaeng loe, karaeng tallo, karaeng gowa, bandar makassar,pelabuhan makassar,
Foto Pegawai Kantor DJB Agentschap Makassar tahun 1925 (Sumber: Koleksi Arsip Bank Indonesia)

MAKASSAR.ARUNGSEJARAH.COM - De Javasche Bank Agentschap Makassar 1864 (2).


KETIKA dibentuk pada 1828, De Javasche Bank merupakan bank sirkulasi pertama di Asia. Posisi itu dapat dilihat pada Oktroi Pertama yang diberikan pada lembaga tersebut. Oktroi berlaku sejak 1 Januari 1823 sampai dengan 31 Desember 1837, yang kemudian diperpanjang hingga 31 Maret 1838 melalui Oktroi Kedua. 

Dengan hak oktroi itu DJB untuk pertama kali menerbitkan mata uang. Berdasarkan surat (missive) Nomor 38 tanggal 30 Januari 1827, DJB memesan kertas blanko untuk penerbitan uang kertas dari Percetakan Enschede en Zoonen di Haarlem, Negeri Belanda. 

Berdasarkan Pasal 35 Oktroi Pertama, uang kertas yang dikeluarkan DJB hanya berlaku di Jawa dan Madura, sesuai dengan arti namanya, Bank Jawa. Uang tersebut dicetak sebanyak 12.200 lembar yang memiliki total nilai 1.120.000 gulden.

Sejak awal pembentukannya di Batavia pada 1828, hingga tiga dasawarsa kemudian, DJB menjadi lembaga perbankan tunggal di Hindia Belanda. Kondisi tanpa saingan itu, menyebabkan DJB pada tahun-tahun pertama operasionalnya mampu meraih keuntungan besar, yakni sebanyak 4.183.794,94 gulden. 

Namun sejak pelaksanaan Tanam Paksa dan pemaksaan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch untuk menyukseskan praktik yang memonopoli semua komoditas ekspor itu membuat aktivitas DJB menjadi terganggu.

Intervensi Gubernur Jenderal yang mewakili unsur pemerintah menyebabkan terganggunya aktivitas dan pelayanan serta perolehan keuntungan DJB. Di tengah terganggunya kinerja bank itu, terjadi perubahan politik yang cukup drastis di Negeri Belanda. Memasuki kurun 1850-an golongan konservatif yang selama itu berkuasa di parlemen Belanda dikalahkan oleh golongan liberal. 

Kemenangan kaum liberal memiliki arti yang besar bagi kehidupan politik dan ekonomi Tanah Jajahan. Tidak seperti kaum konservatif yang menganggap negeri jajahan seperti sapi perahan, maka kaum liberal ingin menjadikan koloni sebagai daerah yang mendukung negeri induk. 

Walaupun sama-sama mengandung sifat eksploitatif, namun politik ekonomi kaum liberal setidaknya berisikan upaya untuk “menghidupkan” Tanah Jajahan. Perubahan politik itu hampir bersamaan dengan Revolusi Industri yang menyebabkan surplus produksi sejumlah produk yang dihasilkan Eropa, dan surplus itu harus dipasarkan ke tanah jajahan. 

Sebaliknya untuk memenuhi kebutuhan (terutama bahan baku) industri dibutuhkan pasokan dari Tanah Jajahan. Perkembangan itu menyebabkan dibukanya pintu bagi modal swasta masuk ke Hindia Belanda. 

Dalam hubungan dengan perkembangan itulah, sejak pertengahan abad ke-19 berbagai perusahaan swasta yang menginvestasikan modal mereka dalam perkebunan, pertambangan, transportasi, dan lain sebagainya, masuk ke Hindia Belanda. Masuknya pengusaha berbagai perusahaan itu menyebabkan kebutuhan akan lembaga keuangan semakin tinggi. 

DJB sebagai satu-satunya bank di Hindia Belanda dianggap tidak mampu memenuhi desakan perkembangan baru ini. Oleh karena itu, sejak dasawarsa 1850-an pemerintah mengizinkan pembukaan sejumlah bank lain di Hindia Belanda. 

Beberapa bank yang didirikan sebagai “buah” dari sistem ekonomi baru Hindia Belanda adalah Nederlandsch Indische Escompto Bank (NIEB) yang didirikan 1857, Nederlandsch Indische Handelsbank (NIHB, 1863) dan International Credit en Handelsvereniging Rotterdam (Internatio, 1864). 

Tidak hanya bank milik orang atau bangsa Belanda yang beraktivitas di Hindia Belanda, tetapi juga ada bank milik Inggris, seperti Chartered Bank of India, Australia & Cina yang membuka cabang di Batavia pada 1863.

Memasuki perempat terakhir abad ke-18, seiring dengan semakin banyaknya pemodal yang membuka usaha di Hindia Belanda, maka jumlah bank yang berdiri serta beroperasi juga semakin meningkat. Pada 1878 berdiri Handels Vereniging Amsterdam (HVA), disusul oleh Nederlandsch Indische Landbouw Maatschappij (NILM, 1884), dan Cultuurmaatschappij Vorsterlanden (1888). 

Sebelumnya, NHM juga membuka layanan perbankan (1874). Pada kurun waktu itu juga beroperasi sejumlah bank milik Inggris dan Jepang, seperti Hongkong and Shanghai Bank Coorporation; bank milik Jepang seperti Bank of Taiwan, The Yokohama Specie Bank dan Mitsui Bank.

Sementara itu, untuk memperluas jaringan operasinya, DJB melebarkan sayap dengan membuka kantor-kantor cabang di seluruh Hindia Belanda. Ide pembukaan kantor cabang DJB di Kota Makassar sesuai dengan pola kebijakan pembukaan kantor cabang DJB di suatu kota pada masa-masa awal. DJB sangat tertarik untuk membuka kantor cabangnya di kota-kota dengan pelabuhan yang ramai. 

Oleh karena itu sebagian kantor cabang DJB didirikan di kota-kota pelabuhan yang menjadi pintu masuk perdagangan ekspor-impor yang memerlukan dukungan dana besar, sebagian lagi di kota-kota perkebunan tebu, tembakau, dan palawija. 

Bersambung.... De Javasche Bank Agentschap Makassar 1864 (3) - Arung Makassar (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... De Javasche Bank Agentschap Makassar 1864 (1) - Arung Makassar (arungsejarah.com)